Persaingan
Iklan Kartu XL dan Kartu As
Perang provider celullar
paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita dapat
melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling
menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu
yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung
menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu
adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah
bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan
Putri Titian.
Di situ, si Baim disuruh om
sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan dan
kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om
sule jelek..”. Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong
lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi
tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan, “sejujur
baim, sejujur XL”. Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan
iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi di iklan tersebut
sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih berbunyi
seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!” Nggak
cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di
iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule
sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga
berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil tertawa dengan nada
mengejek. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada
perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan
yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun
pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada
iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang
sama.
Analisis :
Dalam
kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran utama
pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena
hak seseorang untuk melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan
demi tujuan lain selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang
mempunyai haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran
kode etika pariwara Indonesia (EPI) tetapi pada materi iklan yang saling
menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam
EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk
pesaing secara langsung maupun tidak langsung.”\
Dalam
etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah
umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan,
bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan
anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan
anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL dan AS yang mengajarkan bintang
iklannya untuk merendahkan pesaing dalam bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua
kompetitor ini tentu telah melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah
disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera menghentikan persaingan
tidak sehat ini.
Kedua
kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik
dan moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan
menguasai pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan
kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta telah diberi
kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar
secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak
hanya pada produk, promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga
etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek
monopoli. Padahal telah dibuat undang-undang yang mengatur tentang persaingan
bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor ini mengabaikan
Undang-Undang yang telah dibuat. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis
kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena peluang-peluang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah
gunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis dalam menjalankan
bisnisnya.
Penyelesaian masalah yang
dilakukan antara provider kartu XL dan karti AS dan Tindakan pemerintah
Dalam
kasus ini, kedua provider menyadari mereka telah melanggar peraturan-peraturan
dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu
prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan
tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Sebagaimana
banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama
ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornyauntuk menjadi
provider yang terbaik di Indonesia. Pelanggaran yang dilakukan kedua
provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi,
bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat
dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling
bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya
professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan
dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat
yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi
peraturan-peraturan yang dibuat.
Namun
pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada
aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk
pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat. Beberapa peraturan
perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan
di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan sebagai
berikut:
UU
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU
No. 40 tahun 1999 tentang Pers
UU
No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
UU
No. 7 tahun 1996
PP
No. 69 tahun 1999
Kepmenkes
No. (rancangan) tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
PP
No. 81 tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
PP
No.38 tahun 2000 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Kepmenkes
No. 368/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat
Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga,
Makanan, dan Minuman.
Selain
taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga
diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia
(EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran
wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan
KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Lembaga
penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan
masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku
Penyiaran).
Materi
siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi
persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran). Isi
siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor
dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku penyiaran
bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU
Penyiaran).
Siaran
iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat
tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh
khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
(Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran)
Siaran iklan niaga dilarang
melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran):
promosi yang
dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok,
yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi
lain, pribadi lain, atau kelompok lain promosi minuman keras atau sejenisnya
dan bahan atau zat adiktif; promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama;
dan/atau eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Referensi: http://ughafiz.blogspot.com/2013/11/kasus-pelanggaran-terhadap-etika-bisnis_25.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar